Minggu, 11 Januari 2009

Larangan Menerima Hadiah Orang Musyrik

Amir bin Malik bin Ja'far seorang yang ahli memainkan tombak datang menemui Rasulullah saw. dan ia adalah seorang musyrik. Rasulullah saw. menawarkan Islam kepadanya, namun ia menolak masuk Islam. Lalu ia memberi hadiah kepada Rasulullah saw. Beliau berkata, "Sesungguhnya aku tidak menerima hadiah dari seorang musyrik," (Hasan lighairihi, HR al-Bazzar [138], al-Baihaqi dalam Dalaail an-Nubuwwah [III/343], 'Abdurrazzaq [9741], al-Baghawi [1612], Abu 'Ubaid dalam al-Amwaal [631], Ibnu Zanjuwaihi [964]).

Dari Hakim bin Hizam, ia berkata, "Pada masa jahiliyyah dulu Muhammad saw. adalah orang yang paling aku sukai. Setelah beliau diangkat menjadi Nabi dan hijrah ke Madinah, Hakim-bin Hizam menghadiri musim haji -saat itu ia masih kafir-. Ia melihat pakaian buatan dzi Yazin dijual di pasar. Lalu ia membelinya dengan harga lima puluh dinar untuk Rasulullah saw. dan ia berharap beliau menerima hadiahnya itu. Namun Rasulullah tidak mau menerimanya. 'Ubaidillah berkata, 'Rasulullah saw. mengatakan kepadanya, 'Sesungguhnya kami tidak menerima sesuatu hadiah dari orang musyrik akan tetapi jika engkau mau kami akan membelinya.' Maka akupun menjualnya kepada beliau setelah aku lihat beliau tidak mau menerimanya sebagai hadiah," (Shahih, HR Ahmad [III/402-403], al-Hakim [484-485]).

Dari 'Iyadh bin Himar r.a, ia berkata, "Aku memberi hadiah seekor unta untuk Rasulullah saw. Rasul berkata, "Apakah engkau telah masuk Islam?" Aku menjawab, "Tidak." Rasulullah berkata, "Sesungguhnya kami dilarang menerima hadiah dari orang-orang musyrik," (Shahih, HR Abu Dawud [3057], at-Tirmidzi [1577], ath-Thayalisi [1083], al-Baihaqi [IX/216], ath-Thahawi dalam Musykilul Aatsaar [4354], Ibnul Jarud [1110], ath-Thabrani dalam al-Kabiir [XVII/999]).

Kandungan Bab:

  1. Hadits-hadits bab ini yang telah disebutkan di atas menunjukkan perintah mengembalikan hadiah dari orang-orang musyrik dan larangan menerimanya.

  2. Ada beberapa hadits lain yang menunjukkan bolehnya menerima hadiah dari orang-orang musyrik. Imam Bukhari telah menyebutkannya dalam bab Menerima Hadiah dari orang-orang Musyrik (2615-2618).

  3. Para ulama berselisih pendapat tentang penggabungan atau tarjih (pemilihan mana yang lebih kuat) antara hadits-hadits bab ini dan hadits-hadits yang bertentangan dengannya.

    Ada beberapa pendapat dalam masalah ini, di antaranya:

    1. Larangan tersebut berlaku khusus untuk hadiah-hadiah yang diberikan kepada Nabi saw. Dan boleh diterima bila dihadiahkan kepada kaum muslimin. Ini adalah pendapat ath-Thabari.

    2. Larangan menerimanya berlaku apabila orang musyrik tersebut menginginkan kasih sayang dan pembelaan dari hadiahnya itu. Dan boleh diterima hadiah dari orang musyrik yang diharapkan simpati dan kedekatannya kepada Islam.

    3. Boleh diterima bila hadiah tersebut berasal dari Ahli Kitab dan ditolak apabila berasal dari orang-orang musyrik penyembah berhala.

    4. Penerimaan merupakan keistimewaan Rasulullah saw.

    5. Hukum tersebut dihapuskan. Sebagian ulama berpendapat hadits larangan dimansukh dengan hadits-hadits yang membolehkan.

    6. Sementara yang lain mengatakan sebaliknya.

    Saya katakan, "Semua pendapat di atas pada dasarnya lemah. Adapun pendapat pertama, al-Hafizh Ibnu Hajar al-'Asqalani dalam Fathul Baari (V/231) mengatakan, 'Pendapat ini perlu dikoreksi, karena salah satu dalil yang dibawakan oleh orang-orang yang membolehkannya menyebutkan hadiah khusus bagi Rasulullah yang beliau terima.'

    Adapun pendapat ketiga, al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan dalam Fathul Baari (V/232) ketika mengomentari hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari no. 2618, 'Dalam hadits ini disebutkan bolehnya menerima hadiah dari seorang musyrik, karena beliau bertanya, 'Apakah dijual atau dihadiahkan?' Dan ini juga membantah pendapat yang mengatakan tidak boleh menerima hadiah dari orang musyrik dan boleh menerima dari ahli kitab. Karena orang Arab ini adalah seorang musyrik penyembah berhala.'

    Adapun pendapat keempat dan kelima, al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Baari (V/231), 'Ketika jawaban ini adalah lemah. Penghapusan hukum tidak boleh ditetapkan dengan praduga belaka demikian pula pengkhususan hukum.'

    Tinggallah tersisa pendapat kedua, pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Hajar, beliau mengatakan (V/231), 'Pendapat ini telah kuat daripada pendapat pertama.'"

    Saya katakan, "Pendapat ini tidak menunjukkan kebolehannya bahkan menegaskan bahwa hukum asalnya adalah dilarang. Hanya saja Rasulullah saw. menerima hadiah dari sebagian orang musyrik agar mengambil hati mereka supaya masuk Islam. Oleh karena itu, dalil-dalil yang melarang lebih kuat dan lebih jelas. Dan juga ditetapkan dalam ilmu ushul fiqh bahwa larangan lebih didahulukan daripada pembolehan." Wallaahu a'lam.




Oleh : Ekky Berliana.R.P. / X-2 / 11


Tidak ada komentar:

Posting Komentar