Minggu, 11 Januari 2009

Kelahiran Ilmu Biologi

Tentang Biologi

Biologi adalah ilmu mengenai kehidupan. Istilah ini diambil dari bahasa Belanda "biologie", yang juga diturunkan dari gabungan kata bahasa Yunani, βίος, bios ("hidup") dan λόγος,logos ("lambang", "ilmu"). Dahulu—sampai tahun 1970-an—digunakan istilah ilmu hayat (diambil dari bahasa Arab, artinya "ilmu kehidupan").

Obyek kajian biologi sangat luas dan mencakup semua makhluk hidup. Karenanya, dikenal berbagai cabang biologi yang mengkhususkan diri pada setiap kelompok organisme, seperti botani, zoologi, dan mikrobiologi. Berbagai aspek kehidupan dikaji. Ciri-ciri fisik dipelajari dalam anatomi, sedang fungsinya dalam fisiologi; Perilaku dipelajari dalam etologi, baik pada masa sekarang dan masa lalu (dipelajari dalam biologi evolusioner dan paleobiologi); Bagaimana makhluk hidup tercipta dipelajari dalam evolusi; Interaksi antarsesama makhluk dan dengan alam sekitar mereka dipelajari dalam ekologi; Mekanisme pewarisan sifat—yang berguna dalam upaya menjaga kelangsungan hidup suatu jenis makhluk hidup—dipelajari dalam genetika.

Saat ini bahkan berkembang aspek biologi yang mengkaji kemungkinan berevolusinya makhluk hidup pada masa yang akan datang, juga kemungkinan adanya makhluk hidup di planet-planet selain bumi, yaitu astrobiologi. Sementara itu, perkembangan teknologi memungkinkan pengkajian pada tingkat molekul penyusun organisme melalui biologi molekular serta biokimia, yang banyak didukung oleh perkembangan teknik komputasi melalui bidang bioinformatika.
Ilmu biologi banyak berkembang pada abad ke-19, dengan ilmuwan menemukan bahwa organisme memiliki karakteristik pokok. Biologi kiani meruapakan subyek pelajaran sekolah dan universitas dai seluruh dunia, dengan lebih dari jutaan makalah dibuat setial tahun dalam susunan luas jurnal biologi dan kedokteran.


Aristoteles dan biologi
Ilmu biologi dirintis oleh Aristoteles, ilmuwan berkebangsaan Yunani. Dalam terminologi Aristoteles, "filosofi alam" adalaha cabang filosofi yang meneliti fenomena alam, dan mencakupi bidang yang kini disebut sebagai fisika, biologi, dan ilmu pengetahuan alam lainnya.
Aristoteles melakukan penelitian sejarah alam di pulau
Lesbos. Hasil penelitiannya, termasuk Sejarah Hewan, Generasi Hewan, dan Bagian Hewan, berisi beberapa observasi dan interpretasi, dan juga terdapat mitos dan kesalahan. Bagian yang penting adalah mengenai kehidupan laut. Ia memisahkan mamalia laut dari ikan, dan mengetahui bahwa hiu dan pari adlah bagian dari grup yang ia sebut Selachē (selachians).

Cakupan Biologi
Pada masa kini, biologi mencakup bidang akademik yang sangat luas, bersentuhan dengan bidang-bidang sains yang lain, dan sering kali dipandang sebagai ilmu yang mandiri. Namun, pencabangan biologi selalu mengikuti tiga dimensi yang saling tegak lurus: keanekaragaman (berdasarkan kelompok organisme), organisasi kehidupan (taraf kajian dari sistem kehidupan), dan interaksi (hubungan antarunit kehidupan serta antara unit kehidupan dengan lingkungannya).

Pembagian Berdasarkan Kelompok Organisme
Makhluk hidup atau organisme sangat beraneka ragam.
Taksonomi mempelajari bagaimana organisme dapat dikelompokkan berdasarkan kemiripan dan perbedaan yang dimiliki. Selanjutnya, berbagai kelompok itu dipelajari semua gatra kehidupannya, sehingga dikenallah ilmu biologi tumbuhan (botani), biologi hewan (zoologi), biologi serangga (entomologi), dan seterusnya.

Pembagian Berdasarkan Organisasi Kehidupan
Kehidupan berlangsung dalam hirarki yang terorganisasi. Hirarki organisme, dari yang terkecil hingga yang terbesar yang dipelajari dalam biologi, adalah sebagai berikut:
sel;
jaringan;
organ;
sistem organ;
individu;
populasi;
komunitas atau masyarakat;
ekosistem; dan
bioma.
Kajian-kajian subindividu mencakup
biologi sel, anatomi dan cabang-cabangnya (sitologi, histologi dan organologi), dan fisiologi. Pembagian lebih rinci juga mungkin terjadi. Misalnya, anatomi dapat dikhususkan pada setiap organ atau sistem (biasa terjadi dalam ilmu kedokteran): pulmonologi, kardiologi, neurologi, dan sebagainya).
Tingkat supraindividu dipelajari dalam
ekologi, yang juga memiliki pengkhususan tersendiri, seperti ekofisiologi atau "fisiologi lingkungan", fenologi, serta ilmu perilaku.

Ilmuwan Biologi:
Alexander Fleming
Alfred Hershey
Antoni van Leeuwenhoek
Archibald Vivian Hill
Aristoteles
August Weismann
Camillo Golgi
Carl Woese
Charles Darwin
Charles Louis Alphonse Laveran
Charles Robert Richet
Sir Charles Scott Sherrington
Elias Magnus Fries
Ernst Haeckel
Francesco Redi
George Emil Palade
Gregor Mendel
Heinrich Wilhelm Schott
Hans Adolf Krebs
Ilya Ilyich Mechnikov
Jacques Monod
James Lovelock
Johann Wolfgang von Goethe
Lazzaro Spallanzani
Leonardo Da Vinci
Louis Pasteur
Martinus Beijerinck
Otto Fritz Meyerhof
Ronald Fisher
Rosalind Franklin
Walther Flemming
Robert Hooke
Robert Kerr
Robert Koch
Selman Waksman
Stuart Kauffman
Susumu Tonegawa
Thomas Henry Huxley
Thomas Stamford Raffles
Warwick Estevam Kerr




ILMU DARI SUDUT PANDANG DUNIA ISLAM

(Sumber Artikel oleh Bayt al-Hikmah Institute)
Kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh peradaban Barat satu abad terakhir ini, mencegangkan banyak orang di pelbagai penjuru dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan Iptek modern tersebut membuat banyak orang lalu mengagumi dan meniru-niru gaya hidup peradaban Barat tanpa dibarengi sikap kritis terhadap segala dampak negatif dan krisis multidimensional yang diakibatkannya.


Peradaban Barat modern dan postmodern saat ini memang memperlihatkan kemajuan dan kebaikan kesejahteraan material yang seolah menjanjikan kebahagian hidup bagi umat manusia. Namun karena kemajuan tersebut tidak seimbang, pincang, lebih mementingkan kesejahteraan material bagi sebagian individu dan sekelompok tertentu negara-negara maju (kelompok G- saja dengan mengabaikan, bahkan menindas hak-hak dan merampas kekayaan alam negara lain dan orang lain yang lebih lemah kekuatan iptek, ekonomi dan militernya, maka kemajuan di Barat melahirkan penderitaan kolonialisme-imperialisme (penjajahan) di Dunia Timur & Selatan.
Kemajuan Iptek di Barat, yang didominasi oleh pandangan dunia dan paradigma sains (Iptek) yang positivistik-empirik sebagai anak kandung filsafat-ideologi materialisme-sekuler, pada akhirnya juga telah melahirkan penderitaan dan ketidakbahagiaan psikologis/ruhaniah pada banyak manusia baik di Barat maupun di Timur.
Krisis multidimensional terjadi akibat perkembangan Iptek yang lepas dari kendali nilai-nilai moral Ketuhanan dan agama. Krisis ekologis, misalnya: berbagai bencana alam: Tsunami, gempa dan kacaunya iklim dan cuaca dunia akibat pemanasan global yang disebabkan tingginya polusi industri di negara-negara maju; Kehancuran ekosistem laut dan keracunan pada penduduk pantai akibat polusi yang diihasilkan oleh pertambangan mineral emas, perak dan tembaga, seperti yang terjadi di Buyat, Sulawesi Utara dan di Freeport Papua, Minamata Jepang. Kebocoran reaktor Nuklir di Chernobil, Rusia, dan di India, dll. Krisis Ekonomi dan politik yang terjadi di banyak negara berkembang dan negara miskin, terjadi akibat ketidakadilan dan ’penjajahan’ (neo-imperialisme) oleh negara-negara maju yang menguasai perekonomian dunia dan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Negara-negara yang berpenduduk mayoritas Muslim, saat ini pada umumnya adalah negara-negara berkembang atau negara terkebelakang, yang lemah secara ekonomi dan juga lemah atau tidak menguasai perkembangan ilmu pengetahuan dan sains-teknologi. Karena nyatanya saudara-saudara Muslim kita itu banyak yang masih bodoh dan lemah, maka mereka kehilangan harga diri dan kepercayaan dirinya. Beberapa di antara mereka kemudian menjadi hamba budaya dan pengikut buta kepentingan negara-negara Barat. Mereka menyerap begitu saja nilai-nilai, ideologi dan budaya materialis (’matre’) dan sekular (anti Tuhan) yang dicekokkan melalui kemajuan teknologi informasi dan media komunikasi Barat. Akibatnya krisis-krisis sosial-moral dan kejiwaan pun menular kepada sebagian besar bangsa-bangsa Muslim.

Kenyataan memprihatikan ini sangat ironis. Umat Islam yang mewarisi ajaran suci Ilahiah dan peradaban dan Iptek Islam yang jaya di masa lalu, justru kini terpuruk di negerinya sendiri, yang sebenarnya kaya sumber daya alamnya, namun miskin kualitas sumberdaya manusianya (pendidikan dan Ipteknya). Ketidakadilan global ini terlihat dari fakta bahwa 80% kekayaan dunia hanya dikuasai oleh 20 % penduduk kaya di negara-negara maju. Sementara 80% penduduk dunia di negara-negara miskin hanya memperebutkan remah-remah sisa makanan pesta pora bangsa-bangsa negara maju.


Ironis bahwa Indonesia yang sangat kaya dengan sumber daya alam minyak dan gas bumi, justru mengalami krisis dan kelangkaan BBM. Ironis bahwa ditengah keberlimpahan hasil produksi gunung emas-perak dan tembaga serta kayu hasil hutan yang ada di Indonesia, kita justru mengalami kesulitan dan krisis ekonomi, kelaparan, busung lapar, dan berbagai penyakit akibat kemiskinan rakyat. Kemana harta kekayaan kita yang Allah berikan kepada tanah air dan bangsa Indonesia ini? Mengapa kita menjadi negara penghutang terbesar dan terkorup di dunia?
Kenyataan menyedihkan tersebut sudah selayaknya menjadi cambuk bagi kita bangsa Indonesia yang mayoritas Muslim untuk gigih memperjuangkan kemandirian politik, ekonomi dan moral bangsa dan umat. Kemandirian itu tidak bisa lain kecuali dengan pembinaan mental-karakter dan moral (akhlak) bangsa-bangsa Islam sekaligus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilandasi keimanan-taqwa kepada Allah SWT. Serta melawan pengaruh buruk budaya sampah dari Barat yang Sekular, Matre dan hedonis (mempertuhankan kenikmatan hawa nafsu).


Akhlak yang baik muncul dari keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT Sumber segala Kebaikan, Keindahan dan Kemuliaan. Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT hanya akan muncul bila diawali dengan pemahaman ilmu pengetahuan dan pengenalan terhadap Tuhan Allah SWT dan terhadap alam semesta sebagai tajaliyat (manifestasi) sifat-sifat KeMahaMuliaan, Kekuasaan dan Keagungan-Nya.
Islam, sebagai agama penyempurna dan paripurna bagi kemanusiaan, sangat mendorong dan mementingkan umatnya untuk mempelajari, mengamati, memahami dan merenungkan segala kejadian di alam semesta. Dengan kata lain Islam sangat mementingkan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berbeda dengan pandangan dunia Barat yang melandasi pengembangan Ipteknya hanya untuk kepentingan duniawi yang ’matre’ dan sekular, maka Islam mementingkan pengembangan dan penguasaan Iptek untuk menjadi sarana ibadah-pengabdian Muslim kepada Allah SWT dan mengembang amanat Khalifatullah (wakil/mandataris Allah) di muka bumi untuk berkhidmat kepada kemanusiaan dan menyebarkan rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan lil ’Alamin). Ada lebih dari 800 ayat dalam Al-Qur’an yang mementingkan proses perenungan, pemikiran dan pengamatan terhadap berbagai gejala alam, untuk ditafakuri dan menjadi bahan dzikir (ingat) kepada Allah. Yang paling terkenal adalah ayat:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Ali Imron [3] : 190-191)
“Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Mujadillah [58] : 11 )

Bagi umat Islam, kedua-duanya adalah merupakan ayat-ayat (atau tanda-tanda/sinyal) KeMahaKuasaan dan Keagungan Allah SWT. Ayat tanziliyah/naqliyah (yang diturunkan atau transmited knowledge), seperti kitab-kitab suci dan ajaran para Rasulullah (Taurat, Zabur, Injil dan Al Qur’an), maupun ayat-ayat kauniyah (fenomena, prinsip-prinsip dan hukum alam), keduanya bila dibaca, dipelajari, diamati dan direnungkan, melalui mata, telinga dan hati (qalbu + akal) akan semakin mempertebal pengetahuan, pengenalan, keyakinan dan keimanan kita kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, Wujud yang wajib, Sumber segala sesuatu dan segala eksistensi). Jadi agama dan ilmu pengetahuan, dalam Islam tidak terlepas satu sama lain. Agama dan ilmu pengetahuan adalah dua sisi koin dari satu mata uang koin yang sama. Keduanya saling membutuhkan, saling menjelaskan dan saling memperkuat secara sinergis, holistik dan integratif.


Bila ada pemahaman atau tafsiran ajaran agama Islam yang menentang fakta-fakta ilmiah, maka kemungkinan yang salah adalah pemahaman dan tafsiran terhadap ajaran agama tersebut. Bila ada ’ilmu pengetahuan’ yang menentang prinsip-prinsip pokok ajaran agama Islam maka yang salah adalah tafsiran filosofis atau paradigma materialisme-sekular yang berada di balik wajah ilmu pengetahuan modern tersebut.
Karena alam semesta –yang dipelajari melalui ilmu pengetahuan–, dan ayat-ayat suci Tuhan (Al-Qur’an) dan Sunnah Rasulullah SAAW — yang dipelajari melalui agama– , adalah sama-sama ayat-ayat (tanda-tanda dan perwujudan/tajaliyat) Allah SWT, maka tidak mungkin satu sama lain saling bertentangan dan bertolak belakang, karena keduanya berasal dari satu Sumber yang Sama, Allah Yang Maha Pencipta dan Pemelihara seluruh Alam Semesta.


Keutamaan Mukmin yang ber-ilmu
Keutamaan orang-orang yang berilmu dan beriman sekaligus, diungkapkan Allah dalam ayat-ayat berikut:
“Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu?’ Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar [39] : 9).
“Allah berikan al-Hikmah (Ilmu pengetahuan, hukum, filsafat dan kearifan) kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al-Hikmah itu, benar-benar ia telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (berdzikir) dari firman-firman Allah.” (QS. Al-Baqoroh [2] : 269).
“… Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Mujaadilah [58] :11)

Rasulullah SAW pun memerintahkan para orang tua agar mendidik anak-anaknya dengan sebaik mungkin. “Didiklah anak-anakmu, karena mereka itu diciptakan buat menghadapi zaman yang sama sekali lain dari zamanmu kini.” (Al-Hadits Nabi SAW). “Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap Muslimin, Sesungguhnya Allah mencintai para penuntut ilmu.” (Al-Hadits Nabi SAW).



Jane Kartika Armilla / 15
Kelas X-2



Tidak ada komentar:

Posting Komentar